Stop Pernikahan Dini !
Pernikahan
dini masih menjadi perbincangan di dunia maya dan dunia nyata dikarenakan
banyak pro dan kontra terkait kasus ini. 1 dekade pun berlalu Unicef sebut
angka perkawinan anak di dunia menurun. Badan
PBB untuk Perlindungan Anak (Unicef) merilis data tren perkawinan di bawah umur
seluruh dunia. Pada data yang dirilis Daily Mirror Selasa (6/3/2018), dalam 10
tahun terakhir, total terjadi penurunan angka perkawinan anak sebesar 25 juta orang.
Reduksi terbesar terjadi Asia Selatan, utamanya di India yang dilaporkan
menjadi negara dengan angka perkawinan terbesar di kawasan tersebut. Pernyataan
itu disampaikan oleh Ketua Perlindungan Anak Unicef, Javier Aguilar. India,
ujar Aguilar dalam pernyataan resmi, menyumbang sekitar 20 persen total
penduduk muda dunia. Dalam perkembangan saat ini, 27 persen perempuan India,
sekitar 1,5 juta orang, memutuskan menikah sebelum mereka berusia 18 tahun.
Jumlah ini mengalami penurunan
hingga setengahnya dibanding satu dekade lalu. Yakni 47 persen," ucap
Aguilar. Penurunan itu terjadi setelah India menerbitkan sejumlah peraturan
untuk menurunkan untuk mencegah angka perkawinan di bawah umur.
Di antaranya, batas usia minimal seseorang
boleh menikah adalah 18 tahun untuk perempuan, dan 21 tahun bagi laki-laki.
Selain itu, pada 2017, Mahkamah Agung India menerbitkan dekrit yang menyatakan
perkawinan di bawah umur merupakan tindak pemerkosaan. Orangtua yang terbukti
menikahkan anaknya yang masih di bawah umur bakal dijatuhi sanksi penjara dua
tahun, dan denda 100.000 rupee, sekitar Rp 21,1 juta. Penurunan angka
perkawinan dini di seluruh dunia mendapat apresiasi dari Penasihat Utama Bidang
Gender Unicef, Anju Malhotra.
Dia berpendapat, pernikahan dini berisiko di
sektor kesehatan, pendidikan, kemiskinan antar-generai, maupun kans terjadinya
kekerasan. Meski begitu, dia masih mengingatkan kalau tugas Unicef maupun
organisasi perlindungan perempuan dan anak belum selesai. Unicef mengestimasi
setiap tahun, 12 juta perempuan memutuskan menikah dini di seluruh dunia.
Targetnya, merujuk kepada Badan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan PBB, dunia
bebas praktik pernikahan di bawah umur pada 2030 mendatang. Ia juga
mengungkapkan bahwa dibutuhkan peran aktif dari setiap organisasi untuk
menekankan bahaya perkawinan di bawah umur.
Pernikahan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk
sebuah keluarga. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan
menikah. Karena pernikahan hakikatnya berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu
dibutuhkan kesiapan mental dan fisik yang sudah matang. Apa jadinya jika anak
yang masih dibawah umur melakukan pernikahan? Jangan kan untuk mengurus satu
keluarga, mengurus dirinya sendiri pun masih memerlukan bantuan orangtuanya
bukan? Pernikahan dini pun tidak diperbolehkan sesuai dengan Undang-undang No.
1 Tahun 1974 pasal 1 tentang perkawinan,
pernikahan dianggap sah bila perempuan telah lebih dari 16 tahun dan untuk
laki-laki di atas 19 tahun. Dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam
mengatur batasan usia seseorang untuk legal melakukan pernikahan, pasti
didasari oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu misalnya terkait kesehatan
reproduksi yang sudah matang. Akan tetapi, fenomena yang masih terjadi tidak
hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia, ialah terkait pernikahan dini atau
pernikahan yang belum cukup usia untuk menikah.
Mengapa pernikahan
dini dapat terjadi?
Pernikahan
dini lebih sering ditekankan pada anak wanita. Pernikahan dini menjadi salah
satu bentuk diskriminasi terhadap para wanita, hak wanita untuk menentukan
hidup, keluarga dan masa depannya pun terenggut. Dimanakah kesadaran dan
perasaan kedua orangtuanya melihat anak mereka yang masih dibawa umur harus
menjadi seorang ibu rumah tangga nanti? maka dari itu perlu upaya dan tindakan
serius dari pemerintah, maupun lapisan masyarakat dalam memberikan arahan
mengenai dampak negatif pernikahan dini. Menurut penelitian dari UNICEF terdapat banyak dampak negatif
yang ditimbulkan oleh pernikahan dini, yaitu:
1. Wanita usia 10-14
tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal saat hamil dan
persalinan daripada cewek usia 20-24 tahun.
2. 85% Wanita
mengakhiri pendidikan setelah menikah.
3. Wanita yang
menikah dini memiliki risiko tinggi untuk mengalami kecemasan, depresi, dan
pikiran bunuh diri.
4. Mereka masih
belum mengerti hubungan seks aman, sehingga meningkatkan risiko infeksi menular
seksual seperti HIV.
5. Pengantin anak
memiliki peluang besar untuk mengalami kekerasan fisik, psikologis, emosional,
dan isolasi sosial.
Cara yang efektif untuk mencegah terjadinya
pernikahan dini berdasarkan penelitian ialah: Menurut Maholtra, dkk (2011) terdapat banyak program
penanganan pernikahan dini yang telah diterapkan diberbagai negara, berikut
beberapa program pencegahan pernikahan yang disampaikan :
1. Memberdayakan anak dengan informasi, keterampilan,
dan jaringan pendukung lainnya.
2. Mendidik dan menggerakkan orangtua dan anggota
komunitas
3. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan formal
bagi anak
4. Menawarkan dukungan ekonomi dan pemberian insentif
pada anak dan keluarganya
5. Membuat dan mendukung kebijakan terhadap pernikahan
dini.
Tidak hanya itu indonesia juga
telah berupaya membuat program penanganan pernikahan dini yang telah
disesuaikan dengan budaya kolektivis Indonesia, diantaranya :
1. Peer Support
Membentuk peer support atau kelompok
dukungan pada keluarga-keluarga yang rentan untuk mengikuti budaya nikah paksa
2. Psikoedukasi
Psikedukasi dilakukan dengan melibatkan para konselor yang
berkapasitas
dan memberikan pemahaman seputar pernikahan dini pada masyarakat.
3. Bekerja sama dengan lembaga formal setempat
untuk memodifikasi kebijakan
Program yang bisa dilakukan selanjutnya adalah
memodifikasi kurikulum sekolah dengan cara menambahkan materi tentang dampak
negatif pernikahan dini
4. Follow-up dengan
metode kampanye
kampanye dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai media seperti poster, leaflet, tayangan video, dsb,
yang di dalamnya dimuat konten terkait dengan dampak pernikahan dini.
Komentar
Posting Komentar